Selasa, 19 Juni 2012

Everything About Father


Tentang Ayah Ku Dan Untuk Ayah Ku

 
Ayah ku adalah seorang yang sangat pekerja keras. Tiap harinya ia habiskan detik, menit, jam dan harinya hanya untuk bekerja, meski terik panas matahari menghujam kulit lusuhnya dan meski dinginnya hujan menyapanya tak sekalipun dalam dirinya untuk  bolos bekerja. Ayah ku bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah SMP negeri. Kadang  pernah terbesit pikiran  jelek tentang beliau yaitu tepatnya  ketika saya masih SMP dulu, saya merasa malu punya seorang ayah seperti beliau karena waktu itu teman2 saya tau kalau ayah saya hanya seorang pesuruh. Namun, lambat laun kini aku  mengerti kenapa pekerjaan itu beliau lakukan, tak lain dan tak bukan karena untuk menghidupi biaya makan kami sekeluarga. 


Ayah ku adalah tipe orang yang sangat pendiam, namun sekalinya beliau marah, seperti dimarahi seekor naga yang menyemburkan apinya yang panas. Ya, ayah ku memang pendiam bahkan ketika ada orang  yang mengejek beliau pun, ayah ku tetap diam. Kadang aku  ingin sekali rasanya balik mengejek orang yang mengejek ayah ku itu.


Ayah saya adalah orang yang sabar dan setia, teringat ketika beliau dengan setianya mengantar dan menjemput ku sekolah, beliau selalu menjemput ku satu jam sebelum jadwal pulang sekolah, hal itu beliau lakukan agar anaknya tidak terlalu menunggu kedatangan ayahnya dan biar beliau saja yang menunggu anaknya pulang belajar. Setia, setia dan setia ia menunggu ku didepan gerbang sekolah SMA ku, kadang aku tak tega melihat wajah lelahnya yang terpanggang panas  matahari hanya untuk menunggu dan menjemput ku. Bahkan ketika hujan disertai petir pun ia dengan setia menunggu dan menjemput ku. 


Ayah ku itu adalah seorang yang mengalah, teringat lagi ketika beliau membawakan makanan enak-enak seperti sate, bakso, mie ayam, ayam goreng dan lain-lain beliau tak pernah ikut memakannya bareng kami dan beliau selalu bilang: “Silahkan makan bareng-bareng, dengan melihat kalian makan seperti itu saja sudah membuat ayah kenyang”.

Ayah ku itu bukan seorang yang cerewet, beliau tak pernah membentak anak-anaknya bahkan menampar atau memukul pun tak pernah. Beliau hanya mendiamkan kami sebagai tanda bukti kemarahan beliau kepada kami (anak-anaknya) apabila melakukan kesalahan. Dan itu lah hal yang paling aku suka dari beliau.

Ayah ku adalah pahlawan bagi ku, beliau selalu mengajarkan hal yang baik dan benar kepadaku, di mata ku, aku seperti melihat sesosok malaikat yang yang sempurna, meski mungkin bagi orang lain, beliau tetaplah manusia yang memiliki berbagai kekurangan dan kelebihan.

Ayah ku adalah seorang yang baik hati, ketika ada tamu beliau selalu memberikan jamuan terbaiknya. Selain itu Beliau pun tak sungkan membagi pakaiannya kepada orang lain yang membutuhkan, itulah kenapa kadang ayah saya selalu berpakaian apa adanya dan sederhana.

Ketika aku kecil berumur tiga atau empat tahun, ayah ku selalu membangunkan ku subuh-subuh dan menggendong ku untuk diajaknya ke sebuah warung yang menyediakan jajanan pasar kesukaan ku. Disitu ayahku membelikan semua kue kesukaan ku. Pokoknya ayah ku selalu memberiku segalanya baik mainan ataupun makanan. Beliau tidak pernah bicara TIDAK untuk apa yang aku pinta, dan beliau selau mengabulkan permintaan ku dengan segenap kemampuannya.

Tapi kini semenjak aku dewasa beliau seolah-olah menjaga jarak pada ku, bicara ya tak seleluasa dulu, dan bahkan becanda pun tak sesering dulu. Kadang aku berpikir apakah beliau seperti ini karena aku melakukan kesalahan besar? Tapi aku merasa aku tidak pernah melakukan kesalahan besar apapun, kalaupun iya aku melakukan kesalahan kecil tidak mungkin juga harus dibalas dengan perlakuan seperti itu. Sikap beliau pun seolah-olah tak menganggap aku lagi sebagai anaknya (Semoga itu hanya perasaan ku saja). Walaupun kata mama, dibelakang aku ayah ku selalu curhat tentang aku kepada mama ku dan betapa pedulinya beliau sama aku, tapi tetap saja fakta di lapangan dan apa yang aku lihat sehari-hari pun beliau tetap seperti itu. Tapi mungkin benar apa kata mama ku, beliau sesungguhnya orang yang baik, ayah yang selamanya akan peduli terhadap anak-anaknya, aku hanya perlu berpositive thinking saja pada beliau serta tetap menjaga tali darah antara anak dan ayah agar selamanya berjalan dengan baik, harmonis dan indah.

Untuk Ayah:
“Yah, perlakuan apapun yang ayah berikan pada ku, aku selalu terima  dengan ikhlas karena mungkin itu merupakan bentuk kasih sayang ayah pada ku. Yah, tahukah hal terbesar apa yang aku takutkan di dunia ini selain kehilangan mu? Yaitu aku takut belum bisa membayar SEMUA jasa-jasa  besar mu, kebaikan-kebaikan mu, kasih sayang mu, senyuman-senyuman mu, pengorbanan-pengorbanan mu, keikhlasan-keikhlasan mu, ketabahan dan ketegaran mu terhadap aku yang kadang-kadang bandel dan nakal ini, pemberian-pemberian mu dan segalanya yang telah aku terima dari mu. Aku sangat TAKUT  yah kalau jika aku masih belum bisa membayar itu semua dan belum bisa membahagiakan mu seperti dulu kamu membahagiakan aku waktu kecil samapi sekarang. Dan mungkin Aku seperti anak yang tak berguna dan tak layak hidup jika itu semua belum aku berikan pada mu, serta betapa menyesalnya aku seumur hidup ku jika semua yang ayah beri tak kembali lagi pada dalam bentuk pemberian lagi. Jadi izinkan lah aku MEMBAHAGIAKAN mu, Yah? Apa yang kau minta katakanlah jangan hanya DIAM, DIAM, dan DIAM? KATKANLAH??
From: 20 April ’92
 
I DO LOVE U SO MUCH DAD.