Tentang Ayah Ku Dan Untuk Ayah Ku
Ayah
ku adalah seorang yang sangat pekerja keras. Tiap harinya ia habiskan detik,
menit, jam dan harinya hanya untuk bekerja, meski terik panas matahari
menghujam kulit lusuhnya dan meski dinginnya hujan menyapanya tak sekalipun
dalam dirinya untuk bolos bekerja. Ayah
ku bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah SMP negeri. Kadang pernah terbesit pikiran jelek tentang beliau yaitu tepatnya ketika saya masih SMP dulu, saya merasa malu
punya seorang ayah seperti beliau karena waktu itu teman2 saya tau kalau ayah
saya hanya seorang pesuruh. Namun, lambat laun kini aku mengerti kenapa pekerjaan itu beliau lakukan,
tak lain dan tak bukan karena untuk menghidupi biaya makan kami sekeluarga.
Ayah
ku adalah tipe orang yang sangat pendiam, namun sekalinya beliau marah, seperti
dimarahi seekor naga yang menyemburkan apinya yang panas. Ya, ayah ku memang
pendiam bahkan ketika ada orang yang
mengejek beliau pun, ayah ku tetap diam. Kadang aku ingin sekali rasanya balik mengejek orang yang
mengejek ayah ku itu.
Ayah
saya adalah orang yang sabar dan setia, teringat ketika beliau dengan setianya mengantar
dan menjemput ku sekolah, beliau selalu menjemput ku satu jam sebelum jadwal pulang
sekolah, hal itu beliau lakukan agar anaknya tidak terlalu menunggu kedatangan
ayahnya dan biar beliau saja yang menunggu anaknya pulang belajar. Setia, setia
dan setia ia menunggu ku didepan gerbang sekolah SMA ku, kadang aku tak tega
melihat wajah lelahnya yang terpanggang panas matahari hanya untuk menunggu dan menjemput
ku. Bahkan ketika hujan disertai petir pun ia dengan setia menunggu dan
menjemput ku.
Ayah
ku itu adalah seorang yang mengalah, teringat lagi ketika beliau membawakan
makanan enak-enak seperti sate, bakso, mie ayam, ayam goreng dan lain-lain
beliau tak pernah ikut memakannya bareng kami dan beliau selalu bilang:
“Silahkan makan bareng-bareng, dengan melihat kalian makan seperti itu saja
sudah membuat ayah kenyang”.
Ayah
ku itu bukan seorang yang cerewet, beliau tak pernah membentak anak-anaknya
bahkan menampar atau memukul pun tak pernah. Beliau hanya mendiamkan kami
sebagai tanda bukti kemarahan beliau kepada kami (anak-anaknya) apabila
melakukan kesalahan. Dan itu lah hal yang paling aku suka dari beliau.
Ayah
ku adalah pahlawan bagi ku, beliau selalu mengajarkan hal yang baik dan benar
kepadaku, di mata ku, aku seperti melihat sesosok malaikat yang yang sempurna,
meski mungkin bagi orang lain, beliau tetaplah manusia yang memiliki berbagai
kekurangan dan kelebihan.
Ayah
ku adalah seorang yang baik hati, ketika ada tamu beliau selalu memberikan
jamuan terbaiknya. Selain itu Beliau pun tak sungkan membagi pakaiannya kepada
orang lain yang membutuhkan, itulah kenapa kadang ayah saya selalu berpakaian
apa adanya dan sederhana.
Ketika
aku kecil berumur tiga atau empat tahun, ayah ku selalu membangunkan ku
subuh-subuh dan menggendong ku untuk diajaknya ke sebuah warung yang
menyediakan jajanan pasar kesukaan ku. Disitu ayahku membelikan semua kue
kesukaan ku. Pokoknya ayah ku selalu memberiku segalanya baik mainan ataupun
makanan. Beliau tidak pernah bicara TIDAK untuk apa yang aku pinta, dan beliau selau
mengabulkan permintaan ku dengan segenap kemampuannya.
Tapi
kini semenjak aku dewasa beliau seolah-olah menjaga jarak pada ku, bicara ya
tak seleluasa dulu, dan bahkan becanda pun tak sesering dulu. Kadang aku
berpikir apakah beliau seperti ini karena aku melakukan kesalahan besar? Tapi
aku merasa aku tidak pernah melakukan kesalahan besar apapun, kalaupun iya aku
melakukan kesalahan kecil tidak mungkin juga harus dibalas dengan perlakuan
seperti itu. Sikap beliau pun seolah-olah tak menganggap aku lagi sebagai
anaknya (Semoga itu hanya perasaan ku saja). Walaupun kata mama, dibelakang aku
ayah ku selalu curhat tentang aku kepada mama ku dan betapa pedulinya beliau sama
aku, tapi tetap saja fakta di lapangan dan apa yang aku lihat sehari-hari pun beliau
tetap seperti itu. Tapi mungkin benar apa kata mama ku, beliau sesungguhnya
orang yang baik, ayah yang selamanya akan peduli terhadap anak-anaknya, aku
hanya perlu berpositive thinking saja pada beliau serta tetap menjaga tali
darah antara anak dan ayah agar selamanya berjalan dengan baik, harmonis dan
indah.
Untuk
Ayah:
“Yah,
perlakuan apapun yang ayah berikan pada ku, aku selalu terima dengan ikhlas karena mungkin itu merupakan
bentuk kasih sayang ayah pada ku. Yah, tahukah hal terbesar apa yang aku
takutkan di dunia ini selain kehilangan mu? Yaitu aku takut belum bisa membayar
SEMUA jasa-jasa besar mu,
kebaikan-kebaikan mu, kasih sayang mu, senyuman-senyuman mu,
pengorbanan-pengorbanan mu, keikhlasan-keikhlasan mu, ketabahan dan ketegaran
mu terhadap aku yang kadang-kadang bandel dan nakal ini, pemberian-pemberian mu
dan segalanya yang telah aku terima dari mu. Aku sangat TAKUT yah kalau jika aku masih belum bisa membayar
itu semua dan belum bisa membahagiakan mu seperti dulu kamu membahagiakan aku
waktu kecil samapi sekarang. Dan mungkin Aku seperti anak yang tak berguna dan
tak layak hidup jika itu semua belum aku berikan pada mu, serta betapa
menyesalnya aku seumur hidup ku jika semua yang ayah beri tak kembali lagi pada
dalam bentuk pemberian lagi. Jadi izinkan lah aku MEMBAHAGIAKAN mu, Yah? Apa
yang kau minta katakanlah jangan hanya DIAM, DIAM, dan DIAM? KATKANLAH??
From: 20
April ’92
I DO
LOVE U SO MUCH DAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar